Rabu, 16 Mei 2012
Mana yang lebih baik, lalapan atau sayur dimasak?
SUARAPOS.blogspot.com — Sayuran mentah (lalapan) nilai gizinya lebih baik daripada sayuran matang, tetapi lebih berisiko tertular bakteri penyakit. Ikuti berbagai kiat agar tetap memperoleh gizi secara optimal.
Mengonsumsi sayuran merupakan suatu hal yang harus dilakukan bila kita ingin hidup sehat. Kondisi tubuh yang bugar dan awet muda dapat dicapai dengan mengonsumsi sayuran secara teratur dalam porsi yang cukup. Pasalnya, sayuran merupakan pabrik vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan. Semuanya itu sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tubuh.
Vitamin yang banyak terdapat pada sayuran adalah vitamin C dan B komplek. Beberapa sayuran juga merupakan sumber bagi vitamin A, D, dan E. Karotenoid (prekursor vitamin A), vitamin C, dan vitamin E merupakan antioksidan alami, yang sangat berguna untuk melawan serangan radikal bebas penyebab penuaan dini dan berbagai penyakit kanker. Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium, dan fosfor.
Dibandingkan dengan sumber serat yang lain, sayuran merupakan sumber yang paling baik dan utama. Kandungan serat pada sayuran sangat bermanfaat dalam pencegahan berbagai penyakit. Sayuran menjadi penangkal kanker usus besar, aterosklerosis dan penyakit jantung, kencing manis (diabetes melitus), penyakit batu empedu, dan lain-lain.
Jenis sayuran
Berdasarkan bagian yang dipanen, sayuran dikelompokkan menjadi lima: (1) sayuran umbi (wortel, bit, lobak, kentang, bawang); (2) sayuran buah (cabai, tomat, mentimun, terung, labu siam, pare); (3) sayuran polong (buncis, kacang panjang, kecipir); (4) sayuran daun (bayam, kangkung, daun singkong, sawi); dan (5) sayuran bunga (kembang kol).
Mengingat vitamin merupakan komponen gizi yang sangat mudah rusak, maka kata kunci utama yang harus diperhatikan dalam memilih sayuran adalah tingkat kesegarannya. Kesegaran sayuran merupakan parameter terpenting yang akan menentukan kualitas hidangan, citarasa, daya awet, dan perolehan nilai gizinya. Teknik memilih sayuran yang segar, dibedakan atas kelompok sayuran.
Tujuan memasak
Tujuan pemasakan sayuran adalah: (1) menguraikan pektin yang terkandung pada dinding sel agar teksturnya menjadi lunak, (2) membunuh kuman penyakit, (3) agar senyawa beracun alami tidak aktif, (3) menguraikan residu pestisida agar tidak berbahaya bagi tubuh, (4) mengubah senyawa komplek menjadi lebih sederhana sehingga mudah untuk dicerna dan diserap tubuh.
Dibandingkan dengan bahan segarnya, proses pemasakan dapat menurunkan kandungan gizinya. Oleh karena itu, proses memasak harus dapat mengombinasikan dua kepentingan. Pertama, kepentingan pemenuhan selera, dan kedua kepentingan kebutuhan gizi. Dengan demikian, memasak harus dianggap sebagai suatu pekerjaan seni supaya bahan yang dimasak tidak hancur dan hilang khasiatnya bagi tubuh.
Lalapan
Makan lalapan dengan sambal terasi beserta nasi beraroma daun pandan yang masih hangat mengebul merupakan kenikmatan luar biasa bagi penggemar masakan Sunda. Budaya makan lalapan sangat baik untuk dikembangkan karena mudah penyajiannya dan banyak manfaatnya.
Secara garis besar, lalapan dibedakan atas lalapan mentah dan lalapan matang. Jenis sayuran yang umum dipakai sebagai lalapan mentah adalah daun kemangi, daun poh-pohan, daun jambu mete, kenikir, terong bulat, kacang panjang, tomat, mentimun dan kol.
Untuk lalapan matang, umumnya menggunakan bahan wortel, labu siam, kacang panjang, buncis, kecipir, daun singkong, bayam, kangkung, paria (pare), dan kol. Ditinjau dari perolehan gizinya, lalapan mentah mengandung unsur gizi lebih banyak dibandingkan dengan lalapan matang. Namun, ditinjau dari segi keamanannya, lalapan mentah lebih berisiko dibandingkan dengan lalapan matang.
Faktor-faktor yang perlu dicurigai dalam mengonsumsi lalapan mentah adalah:
1. Residu pestisida. Budidaya sayuran tidak terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Untuk menjaga serangan hama, petani menggunakan aneka merek pestisida. Pemanenan sayuran tidak boleh dilakukan ketika sayuran habis disemprot pestisida karena residu pestisida masih tertinggal pada sayuran sampai beberapa hari setelah penyemprotan, terutama saat kemarau. Menurut beberapa penelitian, masa tunggu antara waktu terakhir pemakaian pestisida dengan waktu panen 1-5 minggu. Masa tunggu tersebut tergantung dari jenis pestisida yang digunakan. Masa tunggu pada pestisida yang bersifat sistemik (terserap ke dalam bahan) lebih lama daripada pestisida nonsistemik (hanya menempel di permukaan). Pestisida yang sukar larut dalam air memiliki masa tunggu lebih lama dibandingkan dengan pestisida yang mudah larut dalam air.
2. Pencucian yang tidak sempurna. Berbagai penelitian menunjukkan adanya beberapa zat kimia dalam pestisida yang tidak hilang akibat pencucian, apalagi kalau pencucian tidak dilakukan dengan teknik yang benar.
3. Kualitas air pencuci. Air yang bersih adalah air yang tidak berwarna, berbau dan berasa, serta bebas dari mikroba patogen. Sumber air yang tidak bersih sering tercemar oleh berbagai kontaminan, terutama bakteri penyebab penyakit infeksi, seperti penyakit tifus oleh bakteri Salmonella typhi, disentri oleh Shigella dysentriae, kolera oleh Vibrio cholerae, dan tuberkulosis oleh Mycobacterium. Untuk lebih amannya, cuci lalapan dengan air matang.
4. Kontaminasi bakteri berbahaya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah sebagai media tempat tumbuh sayuran, petani sering menggunakan pupuk organik berupa humus atau kotoran ternak (bahkan kotoran manusia). Kebiasaan petani membuang hajat di tanah, ikut memperparah kemungkinan kontaminasi bakteri berbahaya ke sayuran. Terutama sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau yang ketinggiannya dekat dengan tanah. Contoh bakteri patogen yang berasal dari tinja adalah Eschericia coli yang dapat menimbulkan diare, Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi penyebab demam tifus. Salmonella juga dapat menyebabkan gangguan perut, dengan gejala berak-berak, sakit kepala, muntah-muntah, dan demam yang berlangsung selama 1-7 hari.
5. Senyawa racun alami. Beberapa jenis bahan pangan, mengandung senyawa beracun alami, misalnya saponin pada kedelai, kacang tanah, bayam, dan asparagus; goitrogen pada kol dan lobak; asam sianida pada daun singkong, solanin pada kentang, dan lain-lain. Senyawa beracun tersebut hanya dapat dihilangkan melalui proses pencucian dan pemasakan dengan suhu yang tepat.
Tidak perlu khawatir
Untuk membuat lalapan matang, sayuran harus dimasak lebih dulu. Pemasakan sayuran untuk lalapan harus dilakukan sedemikian rupa agar teksturnya tidak hancur. Pemasakan sebaiknya dilakukan dengan teknik blansir, yaitu pelunakan bahan dengan cara pencelupan beberapa saat (sekitar 5 menit) pada suhu air mendidih, yang kemudian segera disiram dengan air dingin (matang) agar pemanasan tidak berlanjut. Cara ini sangat baik untuk pemasakan sawi, kubis, bayam, kacang panjang, wortel, pare, dan labu siam.
Oleh karena waktu blansir sangat ditentukan oleh tekstur bahan segarnya. Blansir sebaiknya dilakukan untuk masing-masing sayuran, tidak dicampur satu sama lain. Sayuran sebaiknya diblansir dalam keadaan utuh dan pemotongan dilakukan setelah proses blansir selesai.
Berdasarkan uraian di atas, mengonsumsi lalapan matang jelas lebih aman dibandingkan dengan lalapan mentah. Meskipun demikian, kita tidak perlu terlalu khawatir bila akan mengonsumsi lalapan mentah, sepanjang bahan tersebut dipersiapkan dengan cara yang higienis dan bebas kontaminan berbahaya. Sejauh ini belum pernah dilaporkan adanya kasus orang keracunan atau kematian akibat mengonsumsi lalapan mentah.
Untuk lebih memastikan keamanannya, sedapat mungkin kita memelihara sendiri di halaman rumah atau di dalam pot, tanaman yang dapat digunakan sebagai lalapan. Dengan demikian kita tahu persis bahwa bahan tersebut bebas dari pestisida dan kontaminasi bakteri berbahaya dari tinja manusia.
DR.Ir. Made Astawan
Dosen di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi-IPB